CERITA FIKSI: TEROR SCARAB "THE MUMMY" YANG MELANDA DUNIA NYATA PART 02

 

Bab 6 - Abaikan, Sampai Terlambat

Indonesia, 2001.

Di sebuah kafe kecil di Jakarta, suasana masih ramai seperti biasa. Anak-anak muda berbicara dengan riang, para pekerja kantoran menikmati kopi mereka, dan suasana perkotaan seolah tidak terpengaruh oleh berita buruk yang datang dari seluruh dunia. Sebagian besar orang Indonesia tidak percaya bahwa serangga scarab itu ada di negara mereka. Berita yang tersebar di televisi dianggap berlebihan, hanya propaganda dan sensasi.

Dialog

“Ini benar-benar lucu, tahu!” kata Dani, seorang pria muda yang mengenakan kemeja batik santai, sambil tertawa kecil. "Mereka bilang scarab sudah ada di sini, tapi aku nggak pernah lihat satu pun."

“Benar, aku juga nggak percaya,” jawab Budi, rekannya. "Katanya cuma alat propaganda elit global untuk mengendalikan kita semua. Masa serangga kecil bisa bikin seisi kota ketakutan?”

“Aku dengar mereka bilang scarab bisa masuk lewat celah terkecil di rumah kita, tapi lihatlah, tidak ada satu pun kasus di sini. Konspirasi, aku bilang!” Dani mengangguk mantap, matanya tertuju pada layar ponsel yang menampilkan berita lain tentang serangan scarab di luar negeri.


Bab 7 - Ignoransi Nasional

Narasi berita dari pemerintah dan media lokal seringkali menenangkan. Mereka mengatakan bahwa tidak ada bukti nyata scarab telah tiba di Indonesia. Para pejabat tinggi berpendapat bahwa serangga itu hanyalah mitos yang dilebih-lebihkan oleh media asing untuk menciptakan ketakutan.

Narasi

Meski ada beberapa laporan dari desa-desa kecil di pedalaman Kalimantan dan Sumatra mengenai kematian misterius, di mana korban ditemukan hanya menyisakan tulang belulang, laporan-laporan itu diabaikan. Dinas kesehatan lokal sering menutup kasus tersebut dengan dalih serangan hewan liar atau penyakit langka.

Namun, desas-desus mulai berkembang di kalangan masyarakat yang berada di daerah pinggiran. Beberapa orang bersaksi bahwa mereka melihat serangga hitam-biru kecil yang bergerak cepat di malam hari, namun mereka hanya dianggap sebagai penyebar ketakutan tanpa dasar.

Dialog

“Mbah, katanya ada serangga mematikan di hutan belakang desa kita,” bisik seorang anak kecil kepada neneknya yang sedang duduk di depan rumah panggung di tepi hutan Kalimantan.

“Itu cuma cerita dari kota besar, Le,” jawab nenek itu dengan santai, menatap ke arah pepohonan yang bergoyang pelan di tiup angin malam. "Kita sudah hidup di sini bertahun-tahun, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."


Bab 8 - Penyangkalan yang Menjadi Bencana

Suatu malam di Jakarta, seorang petugas medis, Rani, menerima telepon darurat. Ada laporan tentang sebuah keluarga yang ditemukan dalam keadaan mengenaskan di sebuah rumah di pinggiran kota. Mereka semua sudah meninggal, hanya menyisakan tulang-belulang. Rani segera menuju lokasi, meski hatinya sudah dipenuhi firasat buruk.

Narasi

Di rumah yang sunyi itu, Rani dan tim medis berdiri terpaku. Tulang belulang berserakan di lantai dengan bekas lubang kecil di dinding, menunjukkan jejak sesuatu yang mencoba keluar. Bau busuk menguar di udara, membuat mereka menutup hidung dengan sapu tangan.

"Kamu yakin ini bukan serangan hewan buas?" tanya seorang rekan medis dengan nada panik.

"Bukan," jawab Rani sambil menunduk, matanya tertuju pada jejak kecil berlendir di lantai. "Ini... ini sama seperti yang aku baca dari laporan luar negeri. Scarab benar-benar ada di sini."


Bab 9 - Ketidakpercayaan yang Mematikan

Namun, laporan medis dari Rani ditolak oleh atasannya. Mereka menganggap kasus itu hanyalah salah satu dari sekian banyak kematian aneh yang tidak berkaitan dengan scarab. Pemerintah tetap tidak bergeming, menganggap semua ini adalah rumor yang dilebih-lebihkan.

Dialog

“Rani, kamu harus berhenti menyebar ketakutan yang tidak berdasar,” kata Pak Gunawan, atasannya, dengan nada tegas saat mereka duduk di kantor rumah sakit.

“Pak, aku lihat sendiri jejak scarab di sana. Ini serius, kita harus mengambil tindakan!” Rani memohon, suaranya nyaris bergetar karena frustrasi.

“Laporanmu tidak cukup bukti. Kamu tahu betul bahwa pemerintah tidak ingin kita menciptakan panik. Kita perlu menjaga stabilitas,” jawab Pak Gunawan, menutup rapat-rapat berkas laporan Rani.


Bab 10 - Pembangkangan yang Terlambat

Di sebuah desa kecil di Jawa, rumor tentang scarab akhirnya mencapai puncaknya ketika seorang petani ditemukan mati di ladangnya, tubuhnya sudah berubah menjadi tulang belulang. Penduduk desa menjadi takut, namun mereka tidak tahu harus meminta bantuan ke mana. Pemerintah lokal masih diam.

Narasi

Rani, yang sudah tidak tahan lagi, memutuskan untuk bergerak sendiri. Dia mengumpulkan tim kecil dari kalangan medis yang percaya padanya dan memulai penyelidikan rahasia di pedalaman Jawa, tempat di mana laporan kematian aneh terus bermunculan.

Mereka menemukan bukti nyata: sarang-sarang scarab yang tersembunyi di bawah tanah, di dalam gua-gua lembab, dan bahkan di celah-celah kayu rumah tradisional. Scarab sudah berkembang biak di Indonesia, namun masih tersembunyi dari pandangan publik.

Di malam yang gelap, mereka memutuskan untuk membawa bukti tersebut ke Jakarta, berharap bisa memperingatkan masyarakat sebelum semuanya terlambat.

Dialog

“Rani, kamu yakin ini akan berhasil?” tanya seorang anggota timnya, Joko, saat mereka berdiri di depan gedung kementerian yang gelap.

“Aku tidak tahu, Joko. Tapi kita harus mencoba. Jika tidak, mereka akan terus mengabaikan kita sampai scarab benar-benar menghancurkan negeri ini,” jawab Rani tegas, wajahnya penuh determinasi.


Bab 11 - Peringatan Terlambat

Namun, ketika mereka tiba, mereka dihalangi oleh pasukan keamanan. Bukti mereka dirampas, dan mereka diancam akan ditangkap jika terus mencoba menyebarkan “informasi palsu”.

Narasi

Tidak lama setelah kejadian itu, kota-kota besar di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda serangan scarab. Laporan dari desa-desa yang hancur oleh serangga ini semakin sering muncul, dan akhirnya masyarakat mulai menyadari bahwa ancaman itu nyata. Tapi segalanya sudah terlambat. Scarab sudah berkembang biak dan menyebar terlalu jauh.

Orang-orang mulai panik, menuduh pemerintah telah berbohong dan menyembunyikan kebenaran. Kerusuhan terjadi di mana-mana, sementara scarab terus menyebar dari desa ke desa, dari kota ke kota, menghancurkan kehidupan yang pernah damai.

Dialog

"Kenapa mereka tidak memperingatkan kita?!" teriak seorang pria saat kerumunan orang berkumpul di depan gedung pemerintahan di Jakarta, wajah mereka penuh dengan ketakutan dan kemarahan.

“Kita semua sudah dibohongi! Mereka bilang itu tidak nyata, tapi sekarang kita mati seperti binatang!” sahut seorang wanita di sampingnya, memegang foto keluarganya yang hilang.

Dan di tengah kekacauan, suara sayap-sayap scarab terdengar semakin jelas, memenuhi malam dengan kengerian yang menakutkan. Indonesia, yang pernah mengabaikan ancaman ini, kini berjuang untuk bertahan hidup, tanpa tahu apakah mereka bisa selamat atau tidak dari invasi kecil namun mematikan itu.


Epilog: Kebenaran yang Terlambat

Saat kebenaran akhirnya terungkap, ribuan nyawa telah hilang. Rakyat marah, tapi scarab terus maju tanpa kenal belas kasihan. Pemerintah mencoba menenangkan publik dengan janji-janji kosong, sementara Rani dan timnya yang sudah terlambat kini hanya bisa menonton dari jauh, melihat kota demi kota jatuh ke dalam kekacauan dan kehancuran.

Pada akhirnya, ketidakpercayaan dan penyangkalan menjadi hukuman yang paling mematikan—hukuman yang datang dalam bentuk serangga kecil yang tak pernah berhenti menyebar...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar