FIKSI ILMIAH: PEMINDAHAN KESADARAN MANUSIA KE KOMPUTER DIGITAL PART 01

 Di tahun 2075, Dr. Arya Renggana, seorang ilmuwan yang telah mengabdikan hidupnya pada teknologi otak, membuat sebuah pengumuman yang mengguncang dunia. Dia mengklaim telah menciptakan teknologi revolusioner yang memungkinkan pemindahan kesadaran manusia ke dalam platform digital—sebuah server imersif yang bisa menampung ingatan, emosi, bahkan kepribadian manusia secara utuh. Proses ini dilakukan sebelum kematian biologis, memastikan transisi kesadaran yang mulus dari tubuh manusia ke dunia digital.

Bab 1: Transisi Pertama

Di dalam ruang laboratoriumnya, dikelilingi layar holografis yang memproyeksikan data yang mengalir, Dr. Arya berdiri di samping seorang pasien sukarelawan, Adam, yang telah sekarat akibat penyakit langka. Sebuah perangkat berbentuk helm canggih diletakkan di kepala Adam, dan kabel-kabel yang berkelok-kelok terhubung ke mesin utama di sudut ruangan.

“Adam, apakah kau siap?” tanya Dr. Arya, matanya serius namun penuh antusiasme.
Adam tersenyum lemah, “Aku lebih siap dari sebelumnya. Lagipula, ini kesempatan kedua bagi hidupku, bukan?”

Dr. Arya menekan beberapa tombol, dan proses pemindahan kesadaran dimulai. Mesin berderak pelan, dan layar monitor menampilkan gelombang otak yang mulai menurun. Adam menutup matanya, dan untuk sesaat, hanya ada keheningan. Kemudian layar menyala terang, menampilkan avatar digital Adam yang berdiri tegak di dunia maya yang didesain untuk meniru kenyataan.

"Aku... aku masih di sini. Aku bisa merasakan segalanya," suara Adam terdengar dari speaker, namun sekarang tubuh biologisnya telah tak bernyawa. Dr. Arya baru saja menciptakan sejarah.

Bab 2: Tiga Dekade Kemudian - Dunia Terbelah

Tiga puluh tahun berlalu, teknologi ini telah menyebar ke seluruh dunia. Jutaan orang memilih untuk "diunggah" ke platform digital saat tubuh mereka mulai melemah, memperpanjang eksistensi mereka di dunia maya. Dengan perkembangan teknologi, platform ini semakin canggih; individu yang diunggah bisa berinteraksi, membentuk masyarakat digital yang kompleks, dan bahkan menciptakan dunia mereka sendiri.

Namun, tak semua orang melihat ini sebagai berkah. Di dunia nyata, terjadi perdebatan sengit. Sebagian besar pemerintah mengizinkan praktik ini, sementara sebagian kecil lainnya menentangnya karena alasan etika dan moral. Kelompok anti-pemindahan, yang menyebut diri mereka "Penganut Jiwa Murni", mengklaim bahwa teknologi ini merampas esensi kemanusiaan. Mereka menuntut agar semua pemindahan dihentikan, menyebutnya sebagai bentuk "kematian yang tertunda."

Bab 3: Butterfly Effect - Lima Puluh Tahun Kemudian

Lima puluh tahun setelah pemindahan pertama, efek dari teknologi ini mulai dirasakan secara nyata di berbagai aspek kehidupan. Perubahan yang tak pernah diprediksi kini muncul ke permukaan:

  1. Kepunahan Usia Tua
    Di dunia nyata, jumlah lansia menurun drastis. Banyak orang yang lebih memilih untuk diunggah ke platform digital di usia 60 tahun, meninggalkan tubuh mereka yang menua. Hal ini menyebabkan fenomena "Kepunahan Usia Tua", di mana dunia nyata dihuni oleh anak muda yang produktif, sementara generasi tua hidup di dunia digital.

    “Kau lihat apa yang terjadi sekarang?” tanya Dr. Arya, yang kini menjadi bagian dari kesadaran digital. Ia berbicara dengan seorang wartawan muda yang penasaran tentang fenomena ini.
    “Orang-orang tidak lagi takut mati,” jawab wartawan itu, “tapi mereka juga tidak benar-benar hidup.”

  2. Krisis Ketenagakerjaan
    Dengan banyaknya individu yang meninggalkan dunia nyata untuk hidup di dunia digital, ketenagakerjaan di dunia fisik berubah drastis. Pekerjaan yang sebelumnya diisi oleh manusia kini diambil alih oleh robot dan AI, menyebabkan lonjakan pengangguran. Namun, di dunia digital, "pekerjaan" baru diciptakan—menjadi desainer dunia maya, pengembang platform sosial digital, atau pengawas keamanan digital.

  3. Konflik Dunia Nyata dan Dunia Digital
    Terjadi perpecahan besar antara dunia nyata dan dunia digital. Dunia digital semakin dianggap sebagai surga bagi mereka yang menghindari penderitaan fisik, sementara dunia nyata masih dihuni oleh mereka yang percaya pada pengalaman hidup yang otentik. Konflik ini menyebabkan munculnya kelompok militan yang ingin mematikan seluruh server platform digital, menganggapnya sebagai penghancur keseimbangan alam.

    “Mereka tidak mengerti. Kita sudah mencapai kehidupan abadi,” kata Dr. Arya pada Adam, yang kini menjadi pemimpin komunitas digital besar.
    “Tapi kita juga kehilangan arti sebenarnya dari kematian dan kehidupan,” balas Adam, yang mulai meragukan keputusannya diunggah bertahun-tahun lalu.

  4. Kemerosotan Sosial di Dunia Nyata
    Masyarakat dunia nyata mulai kehilangan arah. Keluarga tercerai-berai; hubungan sosial menjadi dangkal karena banyaknya individu yang lebih memilih dunia maya. Pemerintah mulai mendirikan “koloni digital”, daerah khusus bagi individu yang memilih diunggah, menyebabkan isolasi sosial yang lebih besar.

  5. Penemuan Teknologi Kebangkitan Fisik
    Suatu hari, sekelompok ilmuwan di dunia nyata mengumumkan penemuan baru: teknologi untuk memindahkan kesadaran dari platform digital kembali ke tubuh fisik buatan. Ini membuka babak baru; kembalinya manusia digital ke dunia nyata sebagai "Neo-Human", manusia buatan yang tak lagi memiliki tubuh biologis asli.

Bab 4: Akhir yang Tak Diketahui

Dr. Arya menyaksikan semua perubahan ini dari dalam platform digital yang telah ia ciptakan, merasa bahwa dirinya adalah dewa yang menciptakan dunia baru—sekaligus pengkhianat yang menghancurkan esensi kemanusiaan.

“Aku bertanya-tanya, Adam, apakah semua ini layak?” kata Dr. Arya suatu malam di taman digital yang ia ciptakan sebagai replik dari kampung halamannya.

Adam menatap langit digital yang selalu cerah tanpa batasan waktu. “Kau menciptakan surga, Arya, tapi kita kehilangan neraka. Dan tanpa neraka, apa artinya kebahagiaan?”

Keduanya terdiam, membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara yang tidak nyata, sementara suara gelombang digital terus berderak pelan di latar belakang—pengingat bahwa mereka sekarang hanyalah kesadaran yang terperangkap di dalam kode.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar