Pada suatu malam yang dingin, di sebuah laboratorium fisika kuantum, seorang ilmuwan bernama Dr. Raka Dwinanto menatap layar komputernya dengan cemas. Ia telah menghabiskan bertahun-tahun meneliti hipotesis yang pada akhirnya menjadi sebuah teori ilmiah. Ia menyebutnya "Efek Schrödinger Realitas Ganda." Teori ini, yang awalnya dianggap hanya sebatas pemikiran filosofis, kini terbukti nyata dan mampu memengaruhi kehidupan manusia.
Di layar monitor terlihat simulasi rekonstruksi kecelakaan yang terjadi pada 21 Juli 2023, di mana seorang pria bernama Wahyu Widodo, atau yang dikenal dengan nama panggilan “Mas Dodot,” mengalami kecelakaan sepeda motor yang fatal. Tetapi, kecelakaan ini memiliki keunikan tersendiri, sesuatu yang membuatnya menjadi bahan penelitian yang menarik di komunitas ilmuwan kuantum.
Laboratorium Kuantum Universitas Metro, Jakarta - 17 Agustus 2023
“Ini gila, Pak! Kecelakaan itu terjadi secara bersamaan dalam dua kondisi berbeda! Mas Dodot... dia mati, tapi juga hidup,” kata Dwi, seorang asisten peneliti, dengan suara gemetar.
Dr. Raka menatapnya dengan sorot mata serius. “Itulah yang ingin kita buktikan, Dwi. Realitas ini bukan hanya hitam atau putih. Ada celah-celah di mana kemungkinan bisa bertumpuk. Mirip dengan hipotesis Schrödinger, tapi dalam skala makro. Tidak hanya benda mati—manusia pun terpengaruh.”
Dwi tampak kebingungan. “Jadi, maksudnya...?”
“Di satu realitas, Mas Dodot benar-benar meninggal dalam kecelakaan itu. Tetapi di realitas lain, dia berhasil selamat dan terus hidup. Kita bisa mengamati dua realitas ini bersamaan karena peristiwa kecelakaan tersebut melibatkan ‘fluktuasi kuantum makro’,” jelas Dr. Raka sambil menampilkan dua visualisasi pada layar.
Di layar, terlihat sebuah diagram. Di satu sisi, garis waktu menunjukkan bahwa Mas Dodot tewas di tempat setelah bertabrakan dengan mobil. Di sisi lain, pada realitas yang berbeda, ia hanya mengalami luka ringan dan pulang dengan selamat.
Kamar Asrama - 19 Agustus 2023
Dwi tidak bisa berhenti memikirkan kasus ini. Ia bahkan merasa sedikit takut membayangkan ada realitas di mana seseorang bisa hidup dan mati dalam saat yang bersamaan.
“Bagaimana ini mungkin?” bisik Dwi pada dirinya sendiri. “Apa dunia ini hanyalah ilusi?”
Pada saat yang sama, di ruang tamu sebuah rumah kecil di pinggiran Jakarta, seorang pria duduk termenung di kursi. Wajahnya sayu, tatapannya kosong. Ia adalah Mas Dodot—setidaknya versi dari dirinya yang berhasil selamat. Namun, ia merasa ada sesuatu yang aneh sejak hari kecelakaan itu.
“Ibu… Aku merasakan hal yang aneh sejak kecelakaan itu. Aku merasa... mati,” ujarnya lirih pada ibunya.
Sang ibu hanya menggeleng. “Jangan ngomong yang aneh-aneh, Nak. Kau masih hidup di sini, sehat-sehat saja.”
Laboratorium Kuantum - 21 Agustus 2023
Dr. Raka kembali mengecek catatannya. Ia menemukan pola bahwa ketika satu peristiwa melibatkan 'keputusan hidup atau mati,' realitas bercabang dengan jelas. Menurut teori, realitas di mana seseorang selamat akan tetap eksis berdampingan dengan realitas di mana ia meninggal.
“Apa kau yakin kita tidak sedang bermain-main dengan nasib, Pak?” tanya Dwi, yang masih tampak cemas.
Dr. Raka tersenyum samar. “Dwi, kita tidak menciptakan realitas ini. Kita hanya mengamati. Tapi ya, ini membuatku berpikir: seberapa banyak dari kita yang benar-benar tahu siapa diri kita saat ini? Bagaimana kalau realitas kita adalah salah satu dari cabang yang tidak diharapkan?”
“Seperti hidup dalam kotak Schrödinger?” tanya Dwi.
Dr. Raka mengangguk. “Dan kotak itu bisa saja terbuka kapan saja.”
Kehidupan Mas Dodot
Di luar laboratorium, kehidupan Mas Dodot yang masih hidup mulai merasakan dampak dari dualitas realitas tersebut. Setiap kali ia berjalan di dekat jalan tempat ia kecelakaan, ia merasa ada bayangan dirinya yang mati menatapnya. Pengalaman ini semakin lama membuatnya ketakutan.
Pada malam yang gelap, saat ia duduk sendiri di kamarnya, ia merasa sebuah kehadiran asing yang dingin merayap. Suara samar terdengar, seperti bisikan dirinya yang telah mati.
“Kau seharusnya ada di sini bersamaku...” suara itu berbisik.
Mas Dodot gemetar. “Siapa kau?”
“Aku... dirimu yang lain. Aku yang mati. Kita terpisah oleh satu kecelakaan. Kau hidup karena aku mati.”
Laboratorium Kuantum - 23 Agustus 2023
Dr. Raka dan Dwi akhirnya berhasil menghubungi Mas Dodot. Mereka ingin meneliti lebih jauh tentang efek samping dari teori Schrödinger di dunia nyata.
“Kami perlu menganalisis keadaan mental dan fisikmu, Mas Dodot. Ini mungkin bisa memberikan wawasan baru tentang teori realitas ganda,” kata Dr. Raka dengan penuh harap.
Mas Dodot menatap mereka dengan mata gelisah. “Aku tidak yakin ingin tahu lebih jauh, Pak. Rasanya... ada yang mati dalam diriku. Aku merasa setiap detik hidupku hanyalah bayangan.”
Dwi menatap Mas Dodot dengan penuh rasa empati. “Mungkin kau masih merasa terhubung dengan dirimu yang... lain.”
Penutup
Eksperimen itu semakin hari semakin mendekati kesimpulan. Mas Dodot, yang terombang-ambing dalam dua realitas, akhirnya mengambil keputusan.
“Aku tidak bisa hidup dalam ketidakpastian ini, Dokter. Biarkan aku memilih satu jalan, hidup atau mati. Aku tidak ingin menjadi kucing Schrödinger selamanya.”
Dr. Raka tersenyum sedih, lalu mengangguk. “Baiklah, Mas Dodot. Mungkin, inilah saatnya kita menghentikan pengamatan ini. Terkadang, memahami kehidupan tidak berarti harus membelah setiap realitasnya.”
Dan begitulah, realitas di mana Mas Dodot hidup pun tertutup selamanya, menyisakan hanya satu kepastian di dunia ini: bahwa di suatu tempat dalam realitas yang berlapis-lapis, ada hidup yang terus bergerak maju dan mati yang tetap berdiam dalam ingatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar